Oleh. Iwan Hafidz Zaini *
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt dengan menjalankan segala perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt dengan menjalankan segala perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
Hadirin jamaah Jum’ah yang dimulyakan Allah
Islam mengajarkan kita untuk senantiasa mengucapkan salam kepada
semua orang, baik orang itu kita kenal maupun tidak kenal. Ucapan salam
ini bisa berupa salam dalam versi Islam, yaitu Assalamu’alaikum
ataupun dalam versi bahasa daerah misalnya Jawa dengan ucapan, ‘monggo’
atau ‘sugeng enjang, sugeng dalu’ dan lain sebagainya. Mengucapkan
salam atau menyebarkan salam (ifsyaussalam) ini sangat luas sekali makna
yang terkandung di dalamnya. Salam, berasal dari bahasa Arab yang
berarti ‘kedamaian’. Mengucapkan salam berarti mengucapkan kata-kata
damai. Atau ifsyaussalam berarti menyebarkan kedamaian. Inilah
ajaran agama Islam, menyebarkan kedamaian. Sehingga dalam agama dikenal
dengan sebutan Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin.
Hadirin jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Akan tetapi, akhir-akhir ini kita banyak menyaksikan aksi maupun
reaksi umat Islam yang tidak mengarah ke kedamaian. Malah cenderung
merusak bahkan membunuh. Kejadian penembakan aparat kepolisian di Solo
yang akhirnya diketahui pelaku adalah jaringan teroris lama yang
menggunakan label agama dalam aksinya. Mereka menggunakan dalil jihad
untuk melegitimasi aksi terornya. Juga reaksi yang berlebihan bahkan
melampui batas dengan melempar batu ke aparat kepolisian yang dilakukan
sekelompok organisasi keagamaan terhadap film yang menghina agama Islam,
Innocence of Muslims. Bahkan di Syiria sampai terjadi peledakan yang menewaskan Kedubes AS .
Hadirin jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Sebagaimana yang saya sebut diatas bahwa Islam adalah agama yang
menganjurkan kedamaian. Hal ini dibuktikan dengan mengucapkan salam
kepada orang yang dijumpai.
Lantas bagaimana langkah kita sebagai umat Islam yang rahmatan lil ‘alamin untuk senantiasa menjaga kedamaian ini?
Pertama, datangilah seseorang (berdakwah)
dengan lemah lembut. Walaupun dia membenci kita. Allah Swt memerintahkan
kepada Nabi Musa dan Nabi Harun As untuk tetap mendatangi dan berkata
kepada Fir’aun dengan lemah lembut, bukan dengan kekerasan.
Artinya: “Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya Dia
telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan
kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Qs. Thoha. 43-44)
Kedua, apabila ada orang yang berbuat jahat kepada kita hendaknya kita menolak kejahatan dengan cara yang baik.
Artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah
(kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang
antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman
yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.” (QS. Fushhilat: 34-35)
Ada sebuah kisah teladan dari Nabi Muhammad yang perlu kita
renungkan. Suatu hari, Nabi Muhammad SAW akan pergi ke masjid. Seperti
biasanya, beliau pun selalu melewati jalan itu karena konon memang hanya
itu jalan satu-satunya. Setiap melewati jalan itu, Nabi Muhammad SAW
dihina, dicaci, diludahi, bahkan dilempari kotoran oleh seorang sahabat.
Nabi Muhammad SAW berusaha bersabar dan bersabar. Bahkan, konon
Malaikat Jibril muntap alias marah besar atas penghinaan
sahabat itu kepada Nabi Muhammmad SAW. Maka, Malaikat Jibril merayu Nabi
Muhammad SAW untuk membalas dendam. Namun, Nabi Muhammad SAW berkata,
“Tak usah ya, Jibril. Sahabat itu belum mengenal Islam. Biarkanlah dia
dengan perilakunya.” Dan terjadilah penghinaan it uterus-menerus.
Namun, hari itu sungguhlah teramat berbeda. Nabi Muhammad SAW tidak
bertemu dengan sahabat yang biasa menghinanya. Tak terlihat sahabat itu
duduk dan menunggu Nabi Muhammad SAW yang biasa lewat jalan itu. Tentu
saja kondisi itu justru mengherankan Nabi Muhammad SAW. Maka, beliau pun
berusaha mencari tahu tentang nasib sahabat. Maka, diketahuilah bahwa
sahabat itu sedang sakit keras. Sahabat itu tidak bisa bangun dari
tidurnya. Sehari-hari sahabat itu hanya meringkuk di tempat tidur.
Begitu mendengar kabar itu, Nabi Muhammad SAW pun segera bergegas
pergi. Beliau pergi untuk menengok sahabat yang sedang sakit itu. Sama
sekali beliau tidak menghiraukan pengalamannya yang dihina, dicemooh,
dicaci, bahkan disakiti. Nabi Muhammad hanya berkeinginan untuk segera
bertemu dengan sang sahabat. Nabi Muhammad SAW ingin mengetahui kondisi
yang sebenarnya.
Setiba di depan pintu sang sahabat, Nabi Muhammad SAW segera mengetuk
pintu. Tak lupa beliau berucap salam. Hanya suara lemah yang terdengar.
Suara lemah yang menggambarkan bahwa orang yang membalas salam tersebut
dalam keadaan sakit keras. Nyaris perasaan Nabi Muhammad SAW tak kuat
lagi. Langsung saja pintu rumah dibukanya. Dan tiba-tiba Nabi Muhammad
SAW terbelalak ketika melihat kondisi sang sahabat. Sahabat itu terkulai
lemah di ranjangnya.
Ketika mengetahui orang yang menengoknya adalah Nabi Muhammad SAW,
sahabat itu pucat pasi. Keringat dingin mengucur deras sebagai pertanda
rasa ketakutan yang teramat sangat. Sahabat itu ketakutan karena
disangkanya Nabi Muhammad SAW akan membalas dendam. Ya, Nabi Muhammad
SAW dikira akan membalas dendam karena sahabat itu terlalu sering
menyakitinya. Semakin Nabi Muhammad SAW mendekati dirinya, sahabat itu
semakin pucat pasi.
Ketika sudah berada di sampingnya, tak disangka Nabi Muhammad SAW
meletakkan tangan lembutnya di dahi. Lalu, tangan Nabi Muhammad SAW
mengusap-usap tangan sahabat. Dengan suara lembut, Nabi Muhammad SAW
bertanya tentang penyakit dan perasaan yang dirasakan sahabat.
Mendengar bahasa halus Nabi Muhammad SAW, sahabat itu bergidik
gemetar. Perasaannya berkecamuk. Sahabat itu tak pernah menyangka bahwa
Nabi Muhammad SAW memiliki watak yang sedemikian mulia. Sama sekali Nabi
Muhammad SAW tidak menampakkan rasa dendamnya. Justru Nabi Muhammad SAW
memerlihatkan kepribadiannya yang penyayang dan penyantun. Sungguh
perilaku Nabi Muhammad SAW itu mengetuk hati sahabat. Tiba-tiba, sahabat
itu mencium tangan Nabi Muhammad SAW. Dengan suara gemetar, sahabat itu
berusaha berkata-kata.
“Wahai Muhammad. Ketika engkau akan beribadah, saya selalu
mengganggumu. Saya selalu menyakitimu. Saya selalu berusaha agar kamu
tidak dapat beribadah dengan segala caraku. Namun, semua usahaku
ternyata gagal. Hari ini, saya sedang sakit. Tak seorang pun
teman-temanku menengokku. Justru kamu adalah orang yang pertama
menengokku. Sungguh hatimu teramat mulia. Maka, persaksikanlah wahai
Muhammad, bahwa saya masuk Islam.”
Begitulah, orang yang dulu memusuhi Nabi, kemudian Beliau membalas
kejahatannya dengan kebaikan akhirnya orang yang membenci tersebut
menjadi sahabat setia Nabi dengan masuk Islam.
Ketiga, jika ada orang yang mengajak beradu
argumen atau berdebat, maka berdebatlah dengan baik. Sebagaimana yang
difirmankan oleh Allah:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.”
Hadirin jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Akhir kata, marilah kita sebagai umat Islam yang rahmatan lil ‘alamin
senantiasa selalu menyebarkan semangat kedamaian kepada seluruh makhluk
Allah.
*Penyuluh Agama Islam Fungsional Kemenag Kab. Boyolali di KUA Kec. Boyolali