Keluarga Besar KUA Boyolali

Pisah kenal Kepala KUA Kec. Boyolali berpose bersama P3N se Kecamatan Boyolali

Kepala KUA Kec. Boyolali

Kepala KUA Kec. Boyolali, H. Kusaeni, S.PdI memberi sambutan dalam rakor P3N Se-Kec. Boyolali

Rakor dan Pembinaan Penyuluh

Rakor dan Pembinaan Penyuluh Agama Islam Fungsional dan Honorer Kecamatan Boyolali

Pelatihan Khatib dan Da'i Muda

Pelatihan Khatib dan Da'i muda merupakan salah satu program tahunan dari KUA Kec. Boyolali dan Penyuluh Agama Islam Kec. Boyolali dan mendapat respon baik dari masyarakat

KUA Kec. Boyolali

Pintu masuk KUA Kec. Boyolali...Monggo Pinaraak..

Senin, 13 Desember 2010

Feminisme dalam Pandangan Fatima Mernissi

Oleh: Iwan Hafidz Zaini


Sampai saat ini, masih ada yang memposisikan perempuan sebagai warga kelas dua (the second people). Hal itu terlihat pada aturan, kebiasaan, budaya dan penafsiran agama yang mengarah pada pengekangan dan perampasan hak-hak perempuan. Dalam masyarakat Islam misalnya, ada anggapan bahwa suara perempuan adalah aurat. Dalam pemahaman ini akses perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya di ranah publik terhalangi. Perempuan juga dikebiri hak asasinya untuk maju dan berkembang, melakukan aktifitas diluar rumah, mengaktualisasikan kemampuannya, terjerat dalam mata rantai tugas-tugas domestik dari dapur, sumur, kasur atau menjadi konco wingking.

Sejarah peradaban manusia mencatat bahwa sebelum datangnya Islam, kedudukan wanita sangat mengkhawatirkan. Mereka tidak dipandang sebagai manusia yang pantas dihargai. Bahkan wanita tidak lebih dipandang sebagai makhluk pembawa sial dan memalukan serta tidak mempunyai hak untuk diposisikan di tempat terhormat dimasyarakat. Praktek inhuman ini tercatat berlangsung lama dalam sejarah peradaban masyarakat terdahulu. Dalam tradisi dan hukum Romawi kuno bahkan disebutkan bahwa wanita adalah makhluk yang selalu tergantung kepada laki-laki. Jika seorang wanita menikah, maka dia dan seluruh hartanya secara otomatis menjadi milik sang suami. Ini hamper sama dengan yang tertulis dalam English Common Law, “All real property which a wife held at the time of marriage became a possession of her husband”.

Dalam tradisi Arab, kondisi wanita menjelang datangnya Islam bahkan lebih memprihatinkan. Wanita dimasa Jahiliyah dipaksa untuk selalu taat kepada kepala suku/suaminya. Mereka dipandang seperti binatang ternak yang bias dikontrol, dijual, atau bahkan diwariskan. Arab Jahiliyyah terkenal dengan tradisi mengubur bayi wanita hidup-hidup dengan alasan hanya akan merepotkan keluarga dan mudah ditangkap musuh yang pada akhirnya harus ditebus. Salah satu tradisi yang berkembang di masyarakat jahiliyyah sebelum Islam adalah adanya tiga bentuk pernikahan yang jelas-jelas mendiskreditkan wanita. Pertama adalah, nikah al-dayzan, dalam tradisi ini jika suami seorang wanita meninggal maka anak laki-laki tertua berhak untuk menikahi ibunya. Jika anak berkeinginan untuk menikahinya maka sang anak cukup melemparkan sehelai kain kepada ibunya dan secara otomatis dia mewarisi ibunya sebagai istri. Kedua, zawj al balad, yaitu dua orang suami sepakat untuk saling menukar istri tanpa perlu adanya mahar. Ketiga, zawj al-istibda, dalam hal ini seorang suami bisa dengan paksa menyuruh istrinya untuk tidur dengan lelaki lain sampai hamil dan setelah istri hamil dipaksa untuk kembali lagi kepada suami semula. Dengan tradisi ini diharapkan sepasang suami istri memperoleh bibit unggul dari orang lain yang dipandang mempunyai kelebihan.

Setelah Islam datang, wanita mendapat posisi yang menguntungkan. Term persamaan antara laki-laki dan perempuan tidak hanya sebatas pada hal-hal spiritual atau isu relegius semata. Lebih jauh al-Qur’an berbicara tentang persamaan hak antara laki-laki dan wanita dalam segala aspek kehidupan.

Dalam hal kewajiban moral spiritual beribadah kepada sang Pencipta, al-Qur’an menekankan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an menyebutkan bahwa siapapun yang berbuat baik, laki-laki maupun wanita, Tuhan akan memberikan pahala yang setimpal (QS. 3:195 dan 16:97). Untuk hak-hak yang bersifat ekonomis, al-Qur’an mengenal adanya hak penuh bagi wanita sebelum dan sesudah menikah. Jika sebelum menikah, seorang wanita mempunyai kekayaan pribadi, maka begitupun setelah dia menikah. Dia mempunyai hak kontrol penuh terhadap kekayaannya. Dalam hak wanita terjun ke kancah politik, masih terjadi khilaf antara pakar (ulama). Ada golongan yang tidak memperbolehkan wanita terjun ke politik. Mereka berpandangan bahwa laki-laki adalah qowwamun (pelindung) dan pemelihara bagi perempuan. “Man are the protectors and maintainers of women” (QS. Annisa:34). Ada juga ulama yang mendukung wanita berkiprah dalam politik, seperti Muhammad Anis Qosim Ja’far, berpandangan bahwa QS. Annisa ayat 34 berhubungan dengan kepemimpinan suami untuk mendidik istrinya dalam kasus nusyuz (istri durhaka kepada suami). Ini dapat diketahui dari asbabunnuzul ayat tersebut. Dimana surat ini turun berkenaan dengan kasus istri Sa’ad ibn al-Rabi’ yang tidak taat kepada suaminya. Ayat tersebut turun karena sebab khusus, yaitu berkenaan dengan kisah tertentu, masalah keluarga dan tidak ada kaitan dengan keterlibatan perempuan dalam hak-hak politik.

Sebagian orang merasa muak jika membahas masalah feminisme atau kesetaraan gender. Karena mereka menganggap feminisme merupakan biang atau akar terjadinya pornografi atau pornoaksi ataupun menyebabkan banyaknya perceraian.

Tujuan perjuangan feminisme pada umumnya adalah mencapai kesetaraan, harkat dan kebebasan perempuan dalam memilih untuk mengelola kehidupan dan tubuhnya baik di dalam maupun diluar rumah tangga. Tuntutan utama kalangan feminis muslim mula-mula adalah perbaikan tingkat pendidikan dan pemberantasan buta huruf. Diantara para feminis muslim awal ini adalah Aisyah Taymuriyah (penulis dan penyair Mesir 1840-1902) dan Zainab Fawwaz (Lebanon w.1914). setelah itu muncullah feminis Islam antara lain, Raden Ajeng Kartini (Indonesia, 1879-1904), Emilie Ruete (Zanzibar, 1844-1924), Taj as-Shalthanah (Iran), Nabawiyyah Musa (Mesir 1886-1951), Fatima Mernisi (l.1940), Riffat Hassan (l.1943) dan masih banyak lagi. Dalam makalah ini penulis hendak mengulas pemikiran Fatima Mernisi terhadap feminisme.

Fatima Mernissi lahir pada tahun 1940 di Fez, Maroko –sekitar lima ribu kilo meter di sebelah barat Makkah dan seribu kilo meter di sebelah timur Madrid-. Mernisi hidup dalam sebuah keluarga yang mempunyai hudud (batas-batas) yang sangat ketat. Akibat hidup dalam kungkungan tersebut, tidak membuat pikiran Mernissi juga terkungkung. Tapi, sebaliknya Mernissi bisa berfikir terhadap lingkungannya dengan dibantu neneknya yang pada akhirnya membuat Mernissi bisa menulis banyak karya yang diakui oleh dunia.

Fatima Mernissi adalah salah satu diantara banyaknya feminis-feminis muslim dunia. Dari pemikirannya muncul karya-karya yang banyak dijadikan referensi ataupun juga bacaan bagi mereka yang aktif dalam membahas feminisme. Karya-karyanya sudah banyak diterjemahkan kedalam bahasa Arab, Perancis, Inggris, dan Indonesia. Diantara karya-karyanya yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah Teras Terlarang (Dreams of Trespass), Menengok Kontrovesi Peran Wanita dalam Politik dan Pemberontakan Wanita.

Menurut Mernissi, meskipun Islam bermaksud memberikan posisi yang setara antara laki-laki dan perempuan, kecenderungan misoginis yang terutama berasal dari tradisi pra-Islam membuat kesetaraan ideal sukar terwujud.

Salah satu kesimpulan penting dari studi Mernissi adalah bahwa Nabi Muhammad SAW sebenarnya tidak menghendaki pemisahan antara ruang pribadi dan ruang umum (public). Namun karena desakan para pengikutnya, terutama berasal dari Mekah yang menerima revolusi diruang umum tetapi ingin tetap mempertahankan tradisi pra-Islam di ruang pribadi, akhirnya Nabi menerima pemisahan antara ruang pribadi dan ruang umum tersebut. Inilah yang mengakibatkan kedudukan perempuan yang semula membaik menjadi mundur kembali.

Dalam bukunya “Pemberontakan Wanita” Mernissi mengatakan bahwa penempatan posisi wanita di Negara-negara Arab sebagai perampasan atas hak wanita sebagai makhluk Tuhan. Contohnya adalah ledakan penduduk. Negara-negara Arab tidak berusaha menganalisis penyebab ledakan penduduk yang dimungkinkan dapat berpengaruh terhadap pengidentifikasian kaum wanita buta huruf serta marginalisasi ekonomi sebagai faktor penyebabnya. Mereka justru sibuk menganjurkan pemakaian cadar, pengembalian peran wanita di dalam rumah, dan pembatasan geraknya. Sementara usaha memberikan peluang bagi wanita untuk maju disegala lini dan pengambilan keputusan tidak ada. Tugas wanita dalam konsep agama dan konsep ilahiyyah adalah manipulasi politik dalam Islam yang tidak merdeka, pemingitan dan pembatasan wanita di ruang domestic (rumah tangga) yang masih dianggap ‘wajar’ oleh kebanyakan orang, bagi Mernissi merupakan sesuatu yang perlu ditinjau kembali.

Dalam hadits Nabi yang seakan-akan melarang perempuan berkiprah dalam wilayah politik yang berbunyi “Tidaklah akan jaya suatu kaum yang menyerahkan urusan kepada perempuan”. Mernissi berpandangan bahwa hadits tersebut termasuk hadits yang berkenaan dengan suatu kasus tertentu. Rasulullah mengatakan, bahwa hadits ini berkaitan dengan putrid Kisra, penguasa Persia yang menjabat kepala Negara yang tidak mempunyai anak laki-laki yang bias diangkat menjadi raja. Selain itu, hadits ini termasuk hadits ahad, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah oleh para perowi yang jumlahnya tidak mencapai jumlah para perowi mutawattir. Hukum hadits ahad tidak mendatangkan keyakinan, melainkan hanya mendatangkan dugaan kuat (zhaan) saja. Oleh karena itu tidak boleh bersandar pada hadits ahad dalam hukum-hukum yang sangat penting.

Menengok kembali kondisi atau kiprah muslimah pada masa Rasul tercermin dalam kajian-kajian yang langsung dipimpin oleh Rasulullah yang melibatkan para sahabat dan muslimah dalam satu majlis. Terlihat jelas bagaimana muslimah masa itu mendapatkan hak untuk menimba ilmu, mengkritik, bersuara, berpendapat dan atas permintaan muslimah sendiri meminta Rasul satu majlis terpisah untuk mendapat kesempatan lebih banyak berdialog dan berdiskusi dengan Rasulullah. Terlihat juga geliat aktifitas perempuan sahabat Rasul dalam panggung bisnis, politik, pendidikan, keagamaan,dan sosial.

Kiprah wanita dalam masyarakat sangat dibutuhkan. Sampai-sampai perannya tak dapat tergantikan. Pada posisi inilah keterlibatan wanita dalam masyarakat menjadi wajib hukumnya. Dibidang politik misalnya, muslimah harus ada disana untuk mewakili aspirasi kaum hawa. Dibidang kedokteran, barisan dokter muslimah sangat dibutuhkan untuk merawat pasien-pasien wanita. Bahkan signifikasi ini juga berlaku pada penanganan prostitusi, kenakalan remaja, anak jalanan atau dakwah sesame kaum hawa sendiri. Oleh karena itu, kritik terhadap perempuan jangan sekali-kali dikaitkan dengan ke-perempuan-nya perempuan, melainkan karena kapabilitasnya terutama dalam memegang jabatan publik.

* Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kankemenag Kab. Boyolali

Minggu, 21 November 2010

ISTIGHFAR LAN TAUBAT, KUNCINIPUN RIZKI LAN KABERKAHAN

Dening : Muhammad Isnaeni

اَلْحَمْدُ ِللهِ اَّلذِي نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ اَعْمَلِنَا مَنْ يَهْدِاللهُ فَلاَمُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا. اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُولَ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَاِركْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى َالِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاءِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الّدِيْنِ. اَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن

Ma'asyirol Muslimin wa Zumrotal Mukminin rahimakumullah

Wonten ing mimbar jum'ah siang punika, kaparengna kula ngandhani awak kula piyambak, saha ngaturi pepemut dhumateng panjenengan sedaya, sumangga tansah sami syukur dhumateng Allah. Inggih awit sedaya ingkang kula lan panjenengan raosaken menika, sejatosipun namung peperingipun Allah. Lan sumangga tansah ningkataken kualitas iman tuwin takwa, inggih awit namung iman lan takwa menika sak sae-sae-nipun sangu kangge ngadhepi dinten kiamat benjang.

Para Jama'ah ingkang tansah winantu ing rahmating Allah.

Nyambut damel kangge ngupadi rizki pancen asring nelasaken wekdal. Pramila wonten saperangan kaum muslimin ingkang nggadahi pemanggih, bilih menawi priyantun menika samsaya kenceng hanggenipun gegondhelan kaliyan Islam, mila badhe saget ngirangi rizkinipun. Malah kepara wonten malih ingkang hanggadhahi pemanggih, menawi kepingin gampil pados rizki lan kemapanan ekonomi, mila kedah nilar paugeran-paugeraning Islam, mliginipun babagan hukum halal lan haram.

Priyantun ingkang kados menika wau supe utawi namung ethok-ethok lali, bilih Allah menika paring syari'at mligi namung kangge perkawis akhirat kemawon. Kamangka Allah SWT paring syari'at utawi paugeran-paugeran agami punika, ugi supados manungsa saget nggayuh kabegjan lan kamulyan wonten ing donya

Kados dene pangandikanipun Anas Radhiallahu 'anhu ingkang kariwayataken dening Imam Bukhari :

كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ : رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

"Satemene donga kang asring kaucapake dening Nabi yaiku , 'Dhuh Pangeran kawula, mugia Paduka kersa paring dhumateng kawula, kesaenan wonten ing donya saha ing akhirat, lan mugia Paduka kersa nebihaken kawula saking siksa neraka."

Ma'asyirol Muslimin a’azza kumullah

Allah lan Rosulipun sampun paring pitedah dhumateng kawulanipun nalikanipun badhe nyambut damel utawi ngupadi rizki. Pramila, menawi kaum muslimin kersa nyadari lan nglampahi pitedahipun, mangka Allah badhe paring gampil henggenipun pados rizki saking arah pundi kemawon, lan Allah ugi badhe paring kaberkahan saking langit lan bumi. Pramila, wonten ing wekdal khutbah menika, kaparengna badhe katerangaken sabab-sababipun sedaya kalawau, inggih supados pemahaman kula lan panjenengan sedaya mboten klentu nalikanipun badhe ngupadi rizkinipun Allah SWT.

Salah satunggaling sabab ingkang baku, rizki saget tumurun inggih menika istighfar (nyuwun pangapuntun) lan taubat. Kados pangandikanipun Nabi Nuh as dhumateng kaumipun :




"Banjur aku dhawuh, "Padha nyuwuna pangapura marang PangeranMu, Satemene Panjenengane (Allah) iku Maha Paring Pangapura. Awit Panjenengane (Allah) kuwasa ngirimake udan kang deres banget, kuwasa nambahi bandha donyamu lan anak-anakmu, saha kuwasa ndadekake pekarangan kang mili bengawan." (Q.S. Nuh : 4)

Ingkang kasebat istighfar lan taubat wonten ing ngriki, mboten namung sekedar wonten ing lisan kemawon, ingkang mboten ngantos konjem wonten ing manah, saha ingkang mboten wonten pengaruhipun wonten ing tumindak padintenan. Ananging ingkang kasebat istighfar , kados dene ingkang katerangaken dening Imam Ar-Raghib Al Asfahani, inggih menika : "nyuwun pangapunten kanthi sarana ucapan lan tindakan saha mboten namung winates ing lesan kemawon."

Dene ingkang kasebat taubat inggih manika :

1. nilaraken sedaya dosa lan tumindak maksiyat,

2. rumaos getun awit dosa ingkang sampun katindakaken,

3. mboten mangsuli tumindak dosa malih, saha

4. asring nindakaken kesaenan kangge nglintoni tumindak dosa ingkang sampun katindakaken.

Sekawan syarat menika mutlak, pramila dereng kasebat takwa menawi tasih wonten syarat ingkang dereng dipuntindakaken. Menawi taubat-ipun menika wonten kaitanipun kaliyan hak-hak kamanungsan, sekawan syarat ing ngajeng katambah setunggal, inggih menika kedah mbebasakan dhiri saking hak tiyang sanes. Menawi menika arupi bandha utawi arta, mila kedah enggal kawangsulaken lan menawi arupi had (hukuman), pramila kedah ngaturi kesempatan kangge tiyang kala wau males, dene menawi arupi ghibah (ngrasani), mila kedah enggal nyuwun pangapunten.

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah

Al Hafidz Ibnu Katsir wonten ing tafsiripun ngendika : "Makna Q.S Nuh ayat 10-12 yaiku, menawa sira padha taubat marang Allah, nyuwun pangapura marang Panjenengane, mangka Allah bakal nambahi rizki marang sira. Panjenengane (Allah) bakal nurunake banyu udan sarta kaberkahan saka langit, ngetokake kanggo sira kaberkahan saka bumi, nuwuhake tetanduran, nambahi bandha donya lan keturunan, ndadekake pekarangan padha tuwuh woh-wohan kang akeh sarta ndadekake kali-kali padha mili kanggo sira kabeh nalika padha arep nenandur.

Imam Al Qurtubi nyebataken saking Ibnu Shabih, bilih nate wonten salah satunggaling priyantun jaler sambat kalian Al Hasan Al Bashri awit gersangipun bumi saha kathahipun siti ingkang sami nela. Lajeng Al Hasan Al Bashri ngendika kaliyan tiyang kala wau, "Enggal njaluka pangapura marang Allah". Wonten malih ingkang sambat awit saking miskin lan fakiripun, lajeng piyambakipun ngendika, "Enggal njaluka pangapura marang Allah." Wonten malih ingkang sowan dhateng Hasan Bashri supados dipun dongaken enggal pinaringan putra, jawabipun sami, "nyuwuna pangapura marang Allah.". Lan nalikanipun wonten priyantun ingkang sambat awit gagal panen, jawabipun ugi sami, "Istighfar-a marang Allah."

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...

Wonten ing Q.S Hud ayat 52, ugi kasejarahaken seruanipun Nabu Hud as dhateng kaumipun supados sami istighfar marang Allah.



"Lan (Hud paring dhawuh), "Hai kaumku, njaluka pangapura marang Pangeranmu banjur enggal tobat-a marang Panjenengane, mangka Allah bakal nurunake udan kang deres saha nambahi kekuatan kanggo sira. Lan aja pisan-pisan sliramu mbaleni tumindak dosa."

Dening Ibnu Katsir ayat kasebat dipuntafsiraken, bilih menawi kula lan panjenengan sedaya kersa istighfar lan taubat dhumateng Allah, pramila Allah badhe paring gampil hanggenipun pados rizki, paring kelancaran hanggenipun ngadhepi sedaya urusan, saha tansah njagi pribadi kula lan panjenengan sedaya."

Wonten ing Q.S Hud ayat 3, katerangaken :



"Lan padha njaluka pangapura lan taubat marang Pangeranmu, (mula menawa sira padha gelem nglakoni), mangka Allah bakal paring kanikmatan kang apik saha terus-menerus marang sira nganti tekane wektu kang wus ditemtokake. Lan Panjenengane (Allah) bakal paring piwales marang wong kang padha duwe kautamaan. Ananging menawa sira pada mlengos marang Allah, mangka satemene aku wedi marang siksane kang banget nggegirisi ana ing dina kiamat."

Hanggenipun nafsiraken ayat menika, Imam Al Qurthubi paring piwucal, "Wohing istighfar lan taubat yaiku Allah bakal paring kanikmatan kanthi pirang-pirang manfaat, kang arupa longgare rizki lan makmuring urip. Saha Allah ora bakal paring siksa marang wong kang gelem istghfar lan taubat."

Ma'asyirol Muslimin A’azza kumullah

Wonten ing salah satunggaling hadits, Rosul nate paring pangandika :

مَنْ أَكْثَرَ اْلاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ.

"Sing sapa wonge padha gelem ngokeh-ngokehake istighfar, mangka Allah bakal paring solusi (jalan keluar) nalika rupek lan susah, lan Allah bakal paring rizki (kang halal) saka arah ngendi wae kang ora dinyana-nyana."

Awit saking punika, menawi kula lan panjenengan sedaya ngersakaken rizki ingkang kathah lan barokah, pramila kedah asring ngathah-ngathahaken istighfar. Inggih menika istighfar ingkang mboten namung winates lisan kemawon, awit menawi kados makaten menika sami kemawon ngapusi (goroh)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.



SYUKUR MENIKA TANPA SAMBAT LAN NGGRUNDEL

Dening : Muhammad Isnaeni



اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ غَافِرِالذَّنْبِ وَقَابِلِ ِلتَّوْبَةِ وَشَدِيْدِالعِقَابِ ذِى الطَّوْلِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّهُوَإِلَيْهِ الْمَصِيْرُ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّاللّٰهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهْ، بِيَدِهِ التَّوْفِيْقُ وَلْهِدَايَةُ. وَأَشْهَدُاَنَّ مُحَمَّدًَ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ

اللّٰهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍِ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّبِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍِ إِلَى يَوْمِ ِلْقِيَامَةِ.

اَمَّابَعْدُ، فَيَا عِبَادَاللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّوَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Jama'ah Sholat 'Id yang Dirahmati Allah

Sedaya pangalembana namung kagunganipun Allah. Maha Suci Allah ing wekdal enjing lan sonten. Maha Suci Allah ing Maha Wilasa lan Kawasa, ingkang paring pangapunten dhateng sadaya dosa. Namung dhumateng Panjenenganipun, kula lan panjenengan sedaya ngaturaken panuwun lan nyuwun pitulungan.

Kula hanyekseni bilih mboten wonten Pengeran ingkang pantes kasembah kajawi namung Allah. Sholawat lan salam mugia katur dhumateng Rosulullah Muhammad SAW, dhumateng sedaya keluwarganipun lan para shohabatipun.



Kaum Muslimin Rahimakumullah

Wonten ing wanci siang punika, kula lan panjenengan sedaya kedah langkung kathah hanggenipun ngaturaken panuwun tuwin syukur dhumateng Allah. Awit sedaya rohmat lan kanugrahanipun sampun ka-luber-aken dhumateng kula lan panjenengan sedaya. Kula lan panjengan sedaya saget ngraosaken saha mirsani, bilih ing wekdal punika, kathah sanget priyantun-priyantun ingkang mboten kersa ndhadha dhumateng nikmatipun Allah. Adatipun, senesipun mboten kersa ndhadha (ngakoni), priyantun kathah kala wau kenyih (sambat/nggrundel), alias "terlalu banyak mengeluh dan menggerutu". Malah kepara, hanggenipun sambat/nggrundel kalawau samsaya dangu samsaya kathah lan sora.

Ingkang miskin ngeluh/sambat/nggrundel awit mboten nggadhahi arta. Ingkang sugeh sambat awit angelipun nagih utang. Ingkang tuna/rugi sambat modalipun suda mangka menika utang saking bank. Kepara ingkang bathi kemawon ugi sambat, awit bathi-nipun tasih karaosaken kirang. Ingkang kakung ngeluh awit angelipun pados arta, dene ingkang estri sambat/ngeluh awit arta saking kakungipun kangge blanja mesthi kirang. Guru sambat/ngeluh awit arta sertifikasi mboten enggal kaparingaken. Murid sambat awit angelipun nggarap pendadaran (ulangan). Ingkang dagang ngeluh awit kathah ingkang ngutang. Dokter ngeluh awit pasien-ipun dados kirang. Pasien sambat awit awit awisipun nebus rumah sakit lan obat-obatan. Malah kepara kathah sanget masyarakat ingkang sambat, anggota DPR sambat, pejabat lan mantan pejabat sambat. Pramila ngantos mboten saget ka-etang sepinten kathah-ipun ingkang sambat.



Para Jama'ah rahimakumullah

Priyantun-priyantun kalawau mboten rumaos, bilih naliko sambat utawi nggrundel kalawau, suku lan astanipun tasih saget kaginakaken kanthi normal, mboten kobong amargi wedhus gembel mbledhosing gunung Merapi. Sedaya kulawarganipun tasih wetah lan komplit, mboten wonten ingkang kerem ing laut amargi gelombang tsunami ing Mentawai Sumatera Barat. Priyantun kalawau mboten rumaos, bilih nalika sambat/ngeluh kalawau, netranipun tasih saget kaginakaken kangge mirsani endahing donya, awit mboten pikantuk dampak abu vulkanik Gunung Merapi. Priyantun kalawau ugi mboten rumaos, bilih nalika sambat, nembe kemawon dhahar eca lan sekeca, mboten kados para pengungsi ing Mentawai Sumatera Barat lan sak-ngandhap-ipun Gunung Merapi.



Para Jama'ah Rahimakumullah

Kenging menapa kok sambat? Mangka menawi kula lan panjenengan kersa mirsani, wiwit dusun ngantos kitha, sampun kathah wewangunan-wewangunan ingkang sae lan endah. Sepeda motor merk menapa kemawon wira-wiri ing ratan. Mobil-mobil alus lan kempling sami nggremet ing pundi kemawon. Stasiun TV lan Pemancar Radio swasta tuwuh ing saben-saben kitha. Listrik sampun mlebet ing dusun-dusun.

Saben-saben griya mesthi kagungan TV, kepara malah mboten namung setunggal. Menapa malih ingkang naminipun HP, wiwit tukang becak, bakul bakso, tukang ngarit ngantos pegawai lan pejabat, sedaya kagungan HP. Ananging, kenging menapa kok tasih sambat? Kados-kados gesang kula lan panjenengan sedaya menika sarwa angel. Kados-kados nembe kemawon kebledhosan Gunung Merapi lan ombyaking tsunami. Kados-kados sampun mboten wonten malih nikmatipun Allah ingkang tasih saget dipun-syukuri.



Para Sedherak, Rahimakumullah

Sejatosipun, menawi kersa menggalih, bilih sedaya punapa ingkang kula lan panjenengan sedaya tampi lan raosaken siang punika, sejatosipun nikmat lan rohmat saking Allah. Nikmatipun Allah menika ageng lan kathah sanget. Kula lan panjenengan sedaya hanggenipun mendhet sarwa kontan, tanpa kedah mbayar.



"Lan (elinga) nalika Pangeranmu paring dhawuh, "Satemene menawa sira gelem syukur, mesthi Aku bakal nambah (nikmat) kanggo sira, lan menawa sira ora ngrumangsani (nikamt-nikmatKu), mangka satemene bebendu-Ku banget nggegirisi." (Q.S Ibrohim : 7)



Kanthi menika, kula lan panjenengan sedaya, tansah dipun-enget-aken dening Allah, supados tansah kersa syukur tuwin matur nuwun. Lan insya Allah tasih kathah sanget perkawis-perkawis ingkang prelu dipun-syukuri, mliginipun ing badan kula panjenengan piyambak, saha ing sakiwa-tengen kula lan panjenengan.

Allah paring dhawuh :




"Elinga marang Aku, mangka Aku mesthi bakal eling marang sira. Lan padha syukur-o marang Aku, lan aja pisan-pisan sira ora ngakoni marang nikmat-nikmatKu." (Q.S. Al Baqoroh : 125)



Para jama'ah ingkang binektenan

Syukur awit nikmat-nikmatipun Allah punika saget katindakaken kanthi cara :

1. Ndada (ngakoni) wonten ing manah;

2. Mungelaken raos syukur ing lisan, kanthi atur "alhamdulillah"; lan

3. Ngginakaken nikmat kalawau, jumbuh kaliyan dhawuh lan pikajengipun ingkang Maha Paring Nikmat.

Tiga-tiganipun kedah katindakaken sedaya kanthi saestu. Mboten kawastanan syukur, menawi hanggenipun mbuktekaken namung winates ing lisan kemawon. Menawi kula lan panjenengan sedaya syukur awit tirah-ipun bandha, nanging mboten kersa paring sedakah, temtu kemawon syukur ingkang ka-ucapaken namung lelamisan, punapa malih menawi ngaku syukur, nanging tansah sambat/nggrundel.

Pramila menawi saben-saben pribadhi sampun kersa sami syukur, temtu masyarakat kula panjenengan badhe dados ayem tentrem saha tansah pikantuk rohmat lan berkahing Allah SWT.

بَارَكَ الله ُلِى وَلَكُمْ فِي اْلقُرْاَنِ اْلعَظِيمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَذِكْرِاْلحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ الله ُمِنَا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَهُ هُوَالسَّمِيْعُ اْلعَلِيْمِ

Senin, 01 November 2010

Pelaksanaan Perkawinan dengan Wali Hakim di Kantor Urusan Agama


Perkawinan amat penting bagi kehidupan manusia, baik perseorangan ataupun kelompok dengan jalinan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan di antara makhluk tuhan lainya. Allah SWT telah menetapkan cara-cara tersendiri dalam menjalani hidup dengan berpasang-pasangan. cara-cara tersebut diatur dalam lembaga perkawinan, Hal ini sesuai dengan keberadaan islam sebagai Agama fitrah yang datang bukan untuk membunuh kecenderungan-kecenderungan manusia, melainkan untuk membimbing dan mengarahkan sesuai kehendak sang pencipta.

Pengertian perkawinan menurut UU No.1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria & seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia & kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat 1, UU Perkawinan maka suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, hal ini dapat di pakai sebagai dasar hukum berlakunya hukum perkawinan islam di indonesia sebagai peraturan khusus di samping peraturan umum yang di atur dalam Undang-Undang perkawinan untuk warga negara Indonesia yang beragama Islam, yang kebanyakanmenganut ajaran dari mahzab Syafi'i.

Menurut hukum islam, perkawinan antara mempelai laki-laki dengan mempelai perempuan dilakukan di depan dua orang saksi laki-laki dengan menggunakan kata-kata ijab kabul. Ijab di ucapkan pihak perempuan yang menurut kebanyakan fuqaha dilakukan oleh walinya atau wakilnya, sedang kabul adalah pernyataan menerima dari pihak laki-laki.

Di dalam negara yang berdasarkan hukum segala sesuatu yang ada hubungan perilaku atau tingkah laku manusia harus di atur sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kaedah-kaedah hukum yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut perkawinan di Indonesia harus di lakukan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) bagi yang beragama islam.Pegawai Pencatat Nikah mempunyai kewenangan yang jelas dalam peraturan perundangundangan di Indonesia sejak dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1946 Jo Undang-Undang Nomor 32 tahun 1954, sampai sekarang yang berkaitan dengan perkawinan di Indonesia.

Setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah agar mempunyai kedudukan yang kuat menurut hukum, Ia sebagai pegawai negri yang di angkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap kantor Urusan Agama Kecamatan. tugas pokok pembantu PPN di atur dalam peraturan Menteri Agama nomor.2 tahun 1989 yaitu membantu pegawai pencatat nikah dalam melaksanakan pelayanan nikah dan rujuk serta melaksanakan pembinaan kehidupan beragama Islam di desa, dengan demikian PPN masing masing mempunnyai tugas dan fungsi yang jelas, karena ditetapkan dengan peraturan yang berlaku.

UU perkawinan tidak terlepas dari hukum perkawinan yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, syarat sah dan rukun sebuah perkawinan salah satunya adalah Wali nikah pengertian dan dasar hukum adanya wali nikah terdapat dalam pasal 1(b)tentang devinisi wali adalah”wali nikah yang di tunjuk oleh Menteri Agama atau Pejabat yang di tunjuk olehnya yang di beri hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah, selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam yang membahas tentang wali nikah terdapat pada pasal 19-23 dan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang mengatur Wali nikah pada pasal 6(1-6).

Pernikahan tidak dapat berlangsung dengan tindakan atau ucapan perempuan itu sendiri. Sebab, perwalian merupakan syarat yag harus terpenuhi demi keabsahan akad nikah. Dan yang mengakadkan haruslah seorang Wali yang berhak. Dasarnya Firman Allah:
Qs.An-Nur(24): 32

dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui."

Wali dalam kaitannya perkawinan dibedakan menjadi tiga (3):

a. Wali Nasab, ialah laki-laki yang beragama islam yang berhubungan darah dengan calon mempelai wanita dari pihak ayah.

b. Wali Hakim, ialah pejabat yang di tunjuk oleh Mentri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya untuk bertindak sebagai wali nikah bagi calon mempelai perempuan yang punya wali.

c. Wali Muhakam, ialah seorang yang beragama islam di angkat oleh kedua calon suami-istri untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah.

Kedudukan wali sangat penting sebagaimana diketahui bahwa yang berhak menjadi wali nikah terhadap seorang wanita adalah hak bagi wali nasab apabila wali nasab tidak ada dan wali ghaib juga tidak ada maka perwalian pindah ke tangan wali hakim.

Dalam hal seorang wanita tidak mempunyai wali sama sekali, para fuqoha telah sepakat tentang kebolehanya menggunakan wali hakim, tetapi hal perkawinan dengan wali hakim yang disebabkan oleh faktor yang lain, ternyata masih terdapat perbedaan pendapat.

Apabila wali tidak mau menikahkan, apakah diperbolehkan menggunakan wali hakim?

Jika wali tidak mau menikahkan, harus dilihat dulu alasannya, apakah alasan syar’i atau alasan tidak syar’i. Alasan syar’i adalah alasan yang dibenarkan oleh hukum syara’, misalnya anak gadis wali tersebut sudah dilamar orang lain dan lamaran ini belum dibatalkan, atau calon suaminya adalah orang kafir (misal beragama Kriten/Katholik), atau orang fasik (misalnya pezina dan suka mabok), atau mempunyai cacat tubuh yang menghalangi tugasnya sebagai suami, dan sebagainya. Jika wali menolak menikahkan anak gadisnya berdasarkan alasan syar’i seperti ini, maka wali wajib ditaati dan kewaliannya tidak berpindah kepada pihak lain (wali hakim) (Lihat HSA Alhamdani, Risalah Nikah, Jakarta : Pustaka Amani, 1989, hal. 90-91)



Jika seorang perempuan memaksakan diri untuk menikah dalam kondisi seperti ini, maka akad nikahnya tidak sah alias batil, meskipun dia dinikahkan oleh wali hakim. Sebab hak kewaliannya sesungguhnya tetap berada di tangan wali perempuan tersebut, tidak berpindah kepada wali hakim. Jadi perempuan itu sama saja dengan menikah tanpa wali, maka nikahnya batil. Sabda Rasulullah SAW,”Tidak [sah] nikah kecuali dengan wali.” (HR. Ahmad; Subulus Salam, III/117).


Namun adakalanya wali menolak menikahkan dengan alasan yang tidak syar’i, yaitu alasan yang tidak dibenarkan hukum syara’. Misalnya calon suaminya bukan dari suku yang sama, orang miskin, bukan sarjana, atau wajah tidak rupawan, dan sebagainya. Ini adalah alasan-alasan yang tidak ada dasarnya dalam pandangan syariah, maka tidak dianggap alasan syar’i. Jika wali tidak mau menikahkan anak gadisnya dengan alasan yang tidak syar’i seperti ini, maka wali tersebut disebut wali ‘adhol. Makna ‘adhol, kata Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, adalah menghalangi seorang perempuan untuk menikahkannya jika perempuan itu telah menuntut nikah. Perbuatan ini adalah haram dan pelakunya (wali) adalah orang fasik (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam, hal. 116). Firman Allah SWT :


…maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf.” (TQS Al-Baqarah : 232)


Jika wali tidak mau menikahkan dalam kondisi seperti ini, maka hak kewaliannya berpindah kepada wali hakim (Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, II/37; Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/33). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,”…jika mereka [wali] berselisih/bertengkar [tidak mau menikahkan], maka penguasa (as-sulthan) adalah wali bagi orang [perempuan] yang tidak punya wali.” (Arab : …fa in isytajaruu fa as-sulthaanu waliyyu man laa waliyya lahaa) (HR. Al-Arba’ah, kecuali An-Nasa`i. Hadits ini dinilai shahih oleh Ibnu ‘Awanah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim, Subulus Salam, III/118).


Yang dimaksud dengan wali hakim, adalah wali dari penguasa, yang dalam hadits di atas disebut dengan as-sulthan. Imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam II/118 menjelaskan, bahwa pengertian as-sulthan dalam hadits tersebut, adalah orang yang memegang kekuasaan (penguasa), baik ia zalim atau adil (Arab : man ilayhi al-amru, jaa`iran kaana aw ‘aadilan). Jadi, pengertian as-sulthaan di sini dipahami dalam pengertiannya secara umum, yaitu wali dari setiap penguasa, baik penguasa itu zalim atau adil. (Bukan hanya dari penguasa yang adil). Maka dari itu, penguasa saat ini walaupun zalim, karena tidak menjalankan hukum-hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, adalah sah menjadi wali hakim, selama tetap menjalankan hukum-hukum syara’ dalam urusan pernikahan.


Untuk mendapatkan wali hakim, datanglah ke Kepala KUA Kecamatan tempat calon mempelai perempuan tinggal. Hal ini karena di Indonesia sejak 14 Januari 1952 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1952, wali hakim dijalankan oleh Kepala KUA Kecamatan, yang dilaksanakan oleh para Naib yang menjalankan pekerjaan pencatatan nikah dalam wilayah masing-masing. Peraturan ini berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura. Sedang untuk luar Jawa dan Madura, diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1952 dan mulai berlaku mulai tanggal 1 Juli 1952

Rabu, 27 Oktober 2010

Pemberdayaan Cash Wakf di Indonesia

Oleh : Iwan Hafidz Zaini

Kemiskinan masih menjadi masalah yang belum terselesaikan di Indonesia. Dimana ada hal-hal yang berhubungan dengan masalah kemiskinan , disitu akan kita jumpai banyak orang. Misalnya, dalam pembagian BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang dikhususkan bagi keluarga miskin, pasti akan banyak masyarakat yang mendaftar sekalipun dia adalah orang mampu. Pembagian zakat pun tidak jauh beda. Banyak masyarakat yang berbondong-bondong rela berdesak-desakan antri zakat sampai menimbulkan korban jiwa. Begitu juga dengan kondisi kesehatan dan pendidikan masyarakat Indonesia, karena miskin tidak memperoleh kesehatan yang layak, karena tidak punya biaya untuk melanjutkan sekolah, maka putus sekolah .

Dalam menyelesaikan masalah kemiskinan ataupun kesenjangan sosial tersebut, Islam memberikan solusi berupa pemberian sesuatu dari kalangan the have (orang berduit/orang mampu) kepada kalangan the have not (orang yang kurang mampu) melalui zakat, infaq, sodaqoh, hibah, ataupun wakaf.

Dalam artikel ini saya akan membahas tentang wakaf. Kenapa? Karena wakaf berbeda dengan yang lainnya. Sebab harta wakaf akan tetap abadi, lestari sedang harta zakat, infaq, dan sodaqoh bisa habis sesuai dengan kebutuhan si penerimanya. Selain itu wakaf adalah salah satu usaha mewujudkan dan memelihara hubungan vertical (hablun min Allah) dan hubungan horizontal (hablun min an-nas). Dalam fungsinya sebagai ibadah, wakaf diharapkan akan menjadi bekal kehidupan sang wakif (orang yang berwakaf) di hari kemudian, karena ia merupakan satu bentuk amal yang pahalanya akan terus mengalir selama harta wakaf dimanfaatkan.

Kalau kita mencari dalil wakaf dalam al-Qur’an maupun Hadits tidak akan kita temui dalil yang secara jelas menunjukkan legitimasi diperbolehkannya wakaf. Tetapi secara umum, kita bisa menemukan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang menganjurkan agar orang yang beriman mau menyisihkan sebagian dari kelebihan hartanya digunakan untuk ‘proyek’ produktif bagi masyarakat.

Banyak definisi yang diberikan para ulama terhadap kata wakaf. Secara umum wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dengan tetap utuhnya barang serta dimanfaatkan untuk sesuatu yang diperbolehkan oleh agama.

Apabila pada umumnya masyarakat kita mewakafkan harta berupa tanah, maka kali ini saya akan membahas tentang wakaf berupa uang atau wakaf tunai (cash wakf). Bila dicermati, pendayagunaan harta wakaf untuk kegiatan ekonomi produktif masih belum banyak dilakukan. Padahal wakaf memiliki potensi yang sangat prospektif guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat, terutama dengan konsep wakaf uang. Asal wakaf uang tersebut dikelola secara professional. Namun, secara historis, wakaf uang ini masih menjadi perdebatan dikalangan ulama fikih klasik.

Dikalangan ulama fikih klasik, hukum mewakafkan uang merupakan persoalan yang masih debatable (perselisihan/ikhtilaf). Perselisihan tersebut tidak lepas dari tradisi yang lazim di masyarakat bahwa mewakafkan harta hanya berkisar pada harta tetap (fixed asset), dan pada penyewaan harta wakaf.

Ulama yang pertama kali memfatwakan wakaf uang adalah Muhammad bin Abdullah al-Anshari (murid dari Zufar sahabat Imam Abu Hanifah). Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ mengatakan, “ dan berbeda pendapat para sahabat kita tentang berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang memperbolehkan mempersewakan dirham dan dinar, memperbolehkan berwakaf dengannya dan yang tidak memperbolehkan mempersewakannya ,tidak memperbolehkan mewakafkannya.” Sedangkan menurut Ibn Abidin salah satu ulama madzhab Hanafi mengatakan, sah tidaknya wakaf uang tergantung adat kebiasaan disuatu tempat. Sedangkan Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni meriwayatkan satu pendapat dari sebagian pendapat ulama yang tidak memperbolehkan wakaf uang. Dengan alasan uang akan lenyap ketika dibayarkan, sehingga tidak ada lagi wujudnya.

Perbedaan pendapat ulama tersebut berada pada unsur ‘keabadian’ dari harta wakaf. Sesuai dengan petunjuk Rasulullah kepada Umar ibn Khottob, “Tahanlah (wakafkanlah) pohon dan sedekahkan buahnya.”

Menurut saya, nilai uang itu tidak akan habis atau lenyap apabila dikelola secara professional. Misalnya, badan-badan wakaf dalam mengelola wakaf uang (cash wakf) bekerjasama bank-bank syariah yang bisa menjamin keutuhan nilai uang wakaf. Bila dalam satu tahun ada 20 juta umat Islam Indonesia menyerahkan uang per-‘gundul’ sebesar Rp. 50.000 untuk wakaf. Maka, dalam kalkulasi sederhana akan diperoleh Rp. 1 trilyun dana wakaf yang siap diinvestasikan. (20.000.000 X 50.000= 1.000.000.000). Kemudian, serahkan dana siap infestasi tersebut kepada pengelola profesional yang memberi jaminan esensi jumlahnya tidak berkurang dan malah bertambah. Seperti yang telah saya sebutkan diatas, misalnya uang tersebut dititipkan di bank syari’ah dengan bagi hasil (murobahah) 10 % tiap tahun . Maka, pada akhir tahun sudah ada dana segar Rp. 100 Milyar yang sudah siap dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Itu baru kalkulasi 20 juta penduduk muslim Indonesia dengan wakaf sebesar Rp. 50.000 pertahun. Coba kalau wakafnya sebesar Rp.200.000 atau Rp. 500.000?? Saya yakin permasalahan kemiskinan di Indonesia bisa diselesaikan. Tentunya dengan syarat dikelola secara professional dan tidak dikorupsi.

*penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kecamatan Boyolali

Jumat, 22 Oktober 2010

Wekdal Panjenengan Kirang 5 Menit

Dening : Muhammad Isnaeni*


اَلْحَمْدُ ِللهِ وَالشُّكْرُ ِللهِ وَلاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللهِ, نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ وَمَنْ تَبِعَهُ بِاءِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَاللهِ اُوْصِى بِنَفْسِى وَاِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تُقَاتِهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُونَ











Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mukminin Rahimakumullah



Pinangka Khatib, kaparengna kula ngajak dhumateng pribadhi kula piyambak, saha ngaturi pepemut dhumateng para jama’ah sedaya, sumangga tansah asring emut lan tansah nambahi ketakwaan dhumateng Allah. Awit inggih namung kanthi tansah emut lan takwa kemawon, kula lan panjenengan sedaya, saget nyenyuwun mugi-mugi kapajehaken kanthi tetep ngrasuk agami Islam. Lan mugi-mugi Allah tansah paring pinayungan dhateng gesang lan panggesangan kula lan panjenengan sedaya.



Awit sedaya pangalembana namung kagunganipun Allah. Namung dhumateng Panjenenganipun (Allah) kula lan panjenengan sedaya manembah lan nyuwun pitulungan. Sok sintena kemawon ingkang kaparingan pitedah dening Allah, mangka mboten badhe wonten ingkang nyesataken.



Allah sampun paring pangandika wonten Q.S An-Nahl ayat 18 :




“Lan menawa sira padha ngetung nikmat-nikmate Allah, mangka sira mesthi ora bakal bisa ngetung. Satemene Allah iku Maha Paring Ampunan lan Maha Welas Asih.”







Saking kathahipun nikmat ingkang sampun katampi, kadangkala kula lan panjenengan sedaya dados supe, bilih ingkang karaosaken menika sejatosipun nikmat peperingipun. Saking kulinanipun sehat, supe menawi sehat menika nikmat saking peperingipun Allah. Saking kulinanipun kagungan arta, supe menawi menika ugi peparingipun Allah. Malah kepara kula lan panjenengan sedaya supe, menawi gesang wonten ing alam donya wonten watesipun. Awit maut utawi pejah menika pepesthi ingkang mesthi dumugi.







Ma’ayirol Muslimin ingkang winengku ing berkahing Allah



Nalika wonten tiyang ingkang nembe hamicara, asring pambiwara ngaturi pepemut bilih wekdalipun hanggen wawan pangandikan namung kentun 5 (gangsal) menit. “Nuwun sewu utawi nyuwun pangapunten, wekdalipun kirang 5 menit.”



Kathah-kathahipun priyantun ingkang nembe hamicara menawi pikantuk peringatan kados makaten rade kaget, rumaos menawi tasih kathah bab-bab ingkang baku ingkang dereng ka-aturaken. Ananging menawi ingkang hamicara menika priyantun ingkang wasis lan sampun pengalaman, nalika pikantuk peringatan “wekdal panjenengan kirang 5 menit” mesti mboten badhe kaget, awit sedaya ide lan gagasanipun sampun kathah ingkang sampun ka-aturaken.



Wonten ing suroh Al Insyiroh (Alam Nasyroh) Allah sampun paring pepiling dhumateng kula lan panjenengan sedaya supados mboten leha-leha utawi santai-santai. 2 (kalih) ayat ing pungkasaning suroh menika, Allah paring dhawuh :






“Mula menawa sira wus rampung (saka salah sawijining urusan), banjur padha rampungna urusan liyane. Lan namung dhumateng Allah wae, sira padha nyenyuwun.”







Nalika nglampahi gesang menika, asring kula lan panjenengan sedaya supe bilih wekdal ing alam donya menika winates. Awit jatah umur kula lan panjenengan sedaya ing alam donya menika sampun dipun-watesi kalian maut, kados dene jatahipun tiyang ingkang nembe hamicara kalawau. Rampung utawi mboten gagasan ingkang ka-aturaken, menawi wekdalipun sampun telas, pramila tiyang ingkang hamicara menika kedah enggal mungkasi. Sami kalian gesang kula lan panjenengan, menawi maut sampun dumugi, sampun kathah menapa dereng amalipun, mboten saget dipun-dadosaken alesan.







Para jama’ah ingkang winantu ing kawilujengan



Mboh bilih kathah ingkang ngalami nasib kados dene tiyang ingkang hamicara kalawau, ingkang kaget nalika pikantuk peringatan saking pambiwara. Kathah ingkang nembe sadar nalika wekdalipun sampun kasep. Ngertos-ngertos kedah enggal milih perguruan tinggi awit sampun lulus SMA. Ngertos-ngertos enggal kedah pados pandamelan awit wekdalipun kuliah sampun badhe telas. Mangka tasih kathah mata kuliah ingkang kedah dipun-wangsuli awit bijinipun mepet lan materi skripsi ugi dereng jangkep. Ngertos-ngertos sampun umur 30 tahun, mangka dereng kagungan pandamelan. Ngertos-ngertos sampun 40 tahun, mangka dereng kagungan garwa. Ngertos-ngertos umur sampun 60 tahun, mangka tasih remen nindakaken maksiyat.



Temtu kemawon, menawi sampun kasep mesti mboten sekeca karaosaken. Raosipun sarwa kemrungsung, awit sedaya kedah enggal kapungkasi. Pramila, menawi kula lan panjenengan sedaya kersa ngrumaosi lan ngetung amal ingkang sampun katindakaken saben dintenipun, insya Allah kula lan panjenengan sedaya mboten badhe kaget lan getun; nalika ngilo, jebul rikma sampun kathah ingkang pethak.







Para jama’ah ingkang winantu ing karahayon



Sinaosa umur kula lan panjenengan tasih timur, mboten patut menawi namung dipun-ginakaken sinambi geguyonan, lan mboten patut menawi bab-bab ingkang kirang baken katindakaken. Awit kula lan panjenengan sedaya mboten mangertos, benjang menapa maut badhe dumugi.



Kesempatan gesang kula lan panjenengan sedaya menika winates. Saben dinten kula lan panjenengan sedaya saget nyekseni datengipun wekdal ‘ashar. Nalika wekdal ‘ashar sampun manjing, wekdal produktif ing wanci siang sampun badhe telas, awit srengngenge sampun badhe angslup alias wekdalipun sampun badhe maghrib. Getun utawi mboten, gumantung kalian prestasi ingkang sampun kula lan panjenengan tindakaken.



Ingkang paling sae, sumangga sami ngekhlasaken wekdal-wekdal ingkang sampun kalampahan. Awit mboten saget dipun-tututi malih. Menawi tasih kathah ingkang dereng sempurna, wiwit dinten menika sumangga enggal katebus.



Ing wasana, sumangga kula lan panjenengan sedaya tansah dedonga, mugi-mugi Allah kepareng paring nalar ingkang jernih saha manah ingkang tansah kabimbing dhumateng tumindak kesaenan. Satemah kula lan panjenengan sedaya mboten dados tiyang ingkang rugi, ingkang kapeksa kedah nggetuni wekdal ingkang sampun kalampahan.







بَارَكَ الله ُلِى وَلَكُمْ فِي اْلقُرْاَنِ اْلعَظِيمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَذِكْرِاْلحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ الله ُمِنَا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَهُ هُوَالسَّمِيْعُ اْلعَلِيْمِ

* Staf Sie Urais Kankemenag Kab. Boyolali

Selasa, 19 Oktober 2010

IKHITIAR DAN TAWAKAL

Oleh : Muhammad Isnaeni

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى اَنْزَلَ هَذَا اْلاِسْلاَمَ دِيْنًا وَنِظَامًا, يَهْدِى بِهِ النَّاسَ صِرَاطًا مُسْتَقِيْمًا. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَكَانَ عَزِيْزًا حَكِيْمًا. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَرْسَلَهُ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُونَ. وَقَالَ تَعَالَى فِى الْقُرْاَنِ الْعَظِيْمِ :مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُونَ اَمْوَالَهُمْ فِى سَبِيْلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah,

Allah SWT telah berfirman dalam Q.s Hud ayat 123 :




”Lan namung kagungane Allah apa kang ghaib ing langit lan bumi. Lan namung dhumateng Panjenengane (Allah) baline kabeh urusan. Mula padha nyembah-o lan padha tawakal-o. Satemene Allah iku Maha Pirsa maerang apa wae kang padha kok tindakke.”

Tawakal inggih menika masrahaken sedaya keputusan namung dhumateng Allah lan ndadosaken manah namung tansah pasrah dhumateng Panjenenganipun. Saben-saben muslim namung dipunkeparengaken tawakal dhumateng Allah kemawon. Saben-saben tiyang ingkang iman, kedah ngrumaosi bilih sedaya panggesangan, sedaya manfaat lan sedaya madharat namung wonten ing pamurbaning Allah. Kanthi menika, sedaya tiyang ingkang iman, mesthi masrahaken samudayanipun dhumateng Allah lan badhe ridha dhumateng sedaya kersanipun Allah.

Saben-saben tiyang ingkang iman, manahipun tansah ayem lan tentrem saha mboten badhe ajrih ngadhepi masa depan, awit sampun yakin dhumateng adil lan rohmatipun Allah SWT. Pramila Islam netepaken bilih iman kedah dipunkintuni kaliyan sikap tawakal.




“lan namung dhumateng Allah sira kabeh pada tawakal, menawa sira temen-temen wong kang padha iman.”




”(Inggih namung) Allah, (lan) ora ana sesembahan kajaba namung Panjenengane. Mula, hei kaum mukminin, padha tawakal-o marang Allah wae."



Jama’ah sidang jum’ah rahimakumullah

Tawakal kedah dipun wiwiti kanthi kerja keras lan usaha ingkang maksimal. Mboten kasebat tawakal, menawi kula lan panjenengan sedaya namung pasrah kaliyan nasib kanthi namung berpangku tangan mboten nindakaken menapa-menapa. Sikap pasrah ingkang kados makaten menika sanes hakikatipun tawakal.

Nalika jamanipun Imam Ahmad bin Hambal nate kedadosan, wonten priyantun ingkang klentu hanggenipun negesi sikap tawakal. Wonten ingkang males nyambut damel lan masa bodoh. Nalika dipundangu, piyambakipun matur :

“Kula sampu nate maos haditsipun Rosulullah, ”Menawa sira padha tawakal marang Allah, mangka Allah bakal maringi rizki kanggo sira. Kaya dene Allah maringi pangan marang manuk; manuk iku nalika lunga isih luwe, lan nailka bali dadi wareg.” Pramila kula sampun tawakal dhumateng Dzat ingkang paring rizki dhumateng peksi kala wau.” Mirengaken alesanipun priyantun kala wau, Imam Ahmad lajeng ngendika : ”Sliramu durung ngerti apa tegese hadits kuwi mau. Saktemene Rosulullah wis maringi piwulang, yaiku teka lungane manuk kuwi mau merga nggolek rizkine Allah. Menawa manuk kuwi mau tetep lungguh ana ing susuhe, mesti ora bakal rizkine teka, ora bakal ngalami wareg.”

Kesalahpahaman hanggenipun negesi makna tawakal, ugi nate kedadosan nalika jamanipun Rasulullah SAW. Nate wonten priyantun Badui ngewer (membiarkan) unta-nipun mboten dipuncencang, awit miturut piyambakipun menika cerminan sikap tawakal. Pramila Rasulullah paring dhawuh : ”Cencangen untamu, banjur tawakalo.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah lan Thabrani)

Islam paring dhawuh dhumateng sedaya ummatipun supados nderek sunnatullah, mliginipun babagan hukum sebab-akibat. Sahengga usaha keras kedah tansah katindakaken. Wonten ing Al Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 102, kula lan panjenengan sedaya sampun mengertos, bilih wonten ing kahanan perang kemawon, sinaosa nembe nindakaken sholat, kaum muslimin mboten dipunkeparengaken nilaraken gaman utawi senjata.”

Sanesipun usaha keras, Rosulullah SAW ugi paring piwucal bilih kula lan panjenengan sedaya kedah nindakaken upaya preventif/pencegahan kangge ngawekani bahaya kebakaran lan penyakit. Nabi ngendika ; ”Patenana lampu-lampu sakdurunge kowe padha turu. Tutupen tandhon-tandhon banyu lan wadhah panganan.”



Jama’ah sidang jum’ah rahimakumullah

Sanajan kula lan panjenengan sedaya kawajibaken nderek sunnatullah, kanthi cara nindakaken ikhtiar sakderengipun tawakal, ananging kula lan panjenengan sedaya, ugi mboten dipunkeparengaken tawakal dhumateng ikhtiar. Tegesipun, kula lan panjenengan sedaya mboten dipun-keparengaken namung njagakke dhumateng ikhtiar utawi usaha ingkang sampun katindakaken.

Sinau, pancen sebabipun kula lan panjenengan pikantuk ilmu. Ngunjuk obat, pancen sebabipun kula lan panjenengan dados sehat. Ananging prelu dados kawigatosan tumprap kula lan panjenengan sedaya, bilih mboten namung sebab kemawon ingkang saget nuwuhaken akibat. Awit kadangkala, wonten sebab ingkang mboten nuwuhaken akibat. Kados dene wontenipun 2 (kalih) pasien ing rumah sakit, ingkang penyakitipun sami, obatipun sami, dokteripun ugi sami, ananging ingkang setunggal saget dados saras utawi gesang, ingkang setunggal malah pejah. Para kadang tani, hanggenipun ngolah sabim-ipun sampun maksimal, sampun ngginakaken alat-alat ingkang modern, bibit ingkang dipun-sebar inggih bibit ingkang unggul lan rabukipun ugi ampuh. Ananging sinaosa mangsanipun rendheng, jawah malah mboten wonten, ama wereng malah samsaya kathah, tundhonipun para kadang tani kathah ingkang gagal panen.



Para jama’ah ingkang winantu ing rahmatipun Allah SWT.

Sinaosa mboten namung ”sebab” kemawon ingkang saget nuwuhaken ”akibat”, ananging ”sebab” mboten saget dipun-tilar. Awit Islam sampun paring dhawuh dhumateng kawulanipun, supados tansah ngginakaken akal (penggalihipun), kanthi ngupadi wontenipun ’sebab” lajeng masraheken kasilipun dhumateng Allah. Awit usaha tanpa wontenipun pitulungan saking Allah, saget kemawon muspra menawi Allah mboten ngeparengaken.

Kanthi menika, saben-saben tiyang muslim, mboten dipun-keparengaken namung ikhtiar kemawon tanpa masrahaken ikhtiar kalawau kalian Allah, awit sikap ingkang kados makaten, saget ndadosaken kula lan panjenengan sedaya sombong, nggumedhe, sok keminter, sok kewanen lan sanes-sanesipun.




”Satemene Allah wus paring pitulung marang sira kabeh (hai kaum mukminin) ing palagan peperangan nalika perang Hunain. Yaiku nalika sira padha gemblung merga saking akehe prajuritmu. Mangka akehe prajurit iku ora bisa nuwuhake manfaat kanggo sira lan bumi kang jembar iku dadi sumpek/ciut, banjur kowe padha mlayu mundur ninggalake glanggang peperangan.”



Q.S At-Taubah ayat 25 ing ngajeng saget kapendhet dudutanipun, inggih menika nalika perang Hunain, kaum muslimin sami congkak/sombong awit kathahipun bala tentaranipun. Ananing kaum muslimin malah kawon, awit namung ngandhalaken ikhtiar kemawon tanpa nyenyuwun pitulungan dhumateng Allah.



Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah

Ing pungkasaning khutbah jum'ah siang punika, saget kapendhet dudutan, inggih menika, ikhtiar menika wajib lan tawakal menika ugi wajib. Ananging tawakal dhateng ikhtiar menika dipun-larang keras. Menika supados wonten bentenipun tiyang ingkang muslim kaliyan tiyang ingkang kafir. Tiyang muslim lan kafir pancen sami-sami nindakaken ikhtiar, ananging tiyang muslim sasampunipun ikhtiar lajeng sami tawakal dhumateng Allah, dene tiyang kafir namung tawakal dhateng ikhtiar kemawon.

Makaten, mugi-mugi saget handadosna piwucal lan pangertosan tumprap kula lan panjenengan sedaya.



بَارَكَ الله ُلِى وَلَكُمْ فِي اْلقُرْاَنِ اْلعَظِيمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَذِكْرِاْلحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ الله ُمِنَا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَهُ هُوَالسَّمِيْعُ اْلعَلِيْمِ

Minggu, 03 Oktober 2010

Pelatihan Khotib dan Da'i Muda se-Kec.Boyolali

Pada hari Sabtu, 2 Oktober 2010 Penyuluh Agama Islam se-Kecamatan Boyolali (Fungsional dan non-PNS) mengadakan Pelatihan Khotib dan Da'i Muda bertempat di Masjid Besar Banaran desa Banaran Kecamatan Boyolali. Hadir sebagai narasumber dalam pelatihan tersebut adalah Drs. H. M. Jindar Wahyudi, M.Ag yang juga menjabat sebagai Kasie PENAMAS Kankemenag Kab. Boyolali dan Makmun Nuryanto, S.Ag yang juga menjabat sebagai Kepala KUA Kec. Selo Kab. Boyolali.

Acara pelatihan ini dibuka oleh Kepala KUA Kec. Boyolali H. Kusaeni, S.PdI pukul 10.00 WIB. Para peserta adalah para khatib atau dai-dai muda se-kecamatan Boyolali dan perdesa mengirimkan 6 delegasi. Para peserta sangat antusias mengikuti pelatihan ini. Terbukti sampai akhir acara yang berakhir pukul 14.00 WIB mereka masih setia mengikuti acara tersebut.

Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan sumberdaya manusia khususnya tokoh masyarakat atau khotib dan da'i muda dalam mereka menyampaikan risalah yang disampaikan oleh rasulullah secara baik, benar dan sesuai dengan kondisi keadaan zaman (sholih li kulli makan wa zaman).


Dalam penyampaiannya tentang manajemen da'i muda, Bpk. Jindar mengatakan perbedaan antara mubaligh dengan da'i. Kalau mubaligh adalah orang yang menyampaikan materi/dakwah sedang da'i adalah orang yang menyampaikan dan sudah melaksanakan materi atau dakwah itu sendiri. Jadi, salah apabila mengatakan da'i cilik yang tepat adalah mubaligh cilik. Syarat menjadi da'i, lanjut Bpk. Jindar harus mempunyai kemampuan seni berdakwah dan berilmu. Jadi, kedua-duanya harus dimiliki oleh seorang da'i. Selain itu, ketaqwaan merupakan sesuatu kekuatan dalam (inner power) seorang da'i. Apabila da'i tidak mempunyai ketaqwaan tidak pantas dia disebut da'i.

Mengenai khutbah, Bpk. Makmun mengatakan berbeda dengan da'i. Khutbah tidak bisa berbicara 'bebas' tidak boleh diselingi dengan guyon. Mengenai isi atau materi khutbah sebaiknya jangan monoton sehingga hal ini mengharuskan seorang khotib berwawasan luas sehingga bisa memberi pencerahan kepada jamaah.

Pelatihan Khotib dan Da'i Muda ini adalah pertama kali kegiatan yang diadakan di tahun 2010 ini. Selanjutnya, sebagaimana yang disampaikan oleh Penyuluh Agama Islam Fungsional Kec. Boyolali Iwan Hafidz Zaini, S.HI Insya Allah penyuluh-penyuluh Agama Islam se-kecamatan Boyolali akan mengadakan pembinaan Qori'/ qori'ah pelajar se-kecamatan Boyolali.

Rabu, 18 Agustus 2010

Tiga Amalan Baik


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

Kaum Muslimin Yang Terhormat

Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang dan ada malam. Roda kehidupan dunia juga tidak pernah berhenti. Kadang naik kadang turun. Ada suka ada duka. Ada senyum ada tangis. Kadangkala dipuji tapi pada suatu saat kita dicaci. Jangan harapkan ada keabadian perjalanan hidup.

Oleh sebab itu, agar tidak terombang-ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala kemungkinan tantangan hidup kita harus memiliki pegangan dan amalan dalam hidup. Tiga amalan baik tersebut adalah Istiqomah, Istikharah dan Istighfar yang kita singkat TIGA IS.

1. Istiqomah. yaitu kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah.

Begitu pentingnya istiqomah ini sampai Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam berpesan kepada seseorang seperti dalam Al-Hadits berikut:

عَنْ أَبِيْ سُفْيَانَ نِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قُلْ لِيْ فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُهُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ. قَالَ: قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ. (رواه مسلم


“Dari Abi Sufyan bin Abdullah Radhiallaahu anhu berkata: Aku telah berkata, “Wahai asulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu bertanya kepada orang lain selain engkau. Nabi menjawab, ‘Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian beristiqamahlah’.” (HR. Muslim).

Orang yang istiqamah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut redup, kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halal, dicaci dipuji, sujud pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia tidak tergoda melakukan kemaksiatan.

Orang seperti itulah yang dipuji Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam Al-Qur-an surat Fushshilat ayat 30:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatahkan): “Janganlah kamu merasa takut, dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah dengan syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Qs. Fushshilat: 30)

2. Istikharah, selalu mohon petunjuk Allah dalam setiap langkah dan penuh pertimbangan dalam setiap keputusan.

Setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi menurut Islam, tidak ada kebebasan yang tanpa batas, dan batas-batas tersebut adalah aturan-aturan agama. Maka seorang muslim yang benar, selalu berfikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan atau mengucapkan sebuah ucapan serta ia selalu mohon petunjuk kepada Allah.

Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pernah bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ. (رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).


Orang bijak berkata “Think today and speak tomorrow” (berfikirlah hari ini dan bicaralah esok hari).

Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakitkan orang lain maka tahanlah, jangan diucapkan, sekalipun menahan ucapan tersebut terasa sakit. Tapi ucapan itu benar dan baik maka katakanlah jangan ditahan sebab lidah kita menjadi lemas untuk bisa meneriakkan kebenaran dan keadilan serta menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

Mengenai kebebasan ini, malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam untuk memberikan rambu-rambu kehidupan, beliau bersabda:

أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدًا عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقٌ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ. (رواه البيهقي عن جابر).


Jibril telah datang kepadaku dan berkata: Hai Muhammad hiduplah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau suatu saat akan mati, cintailah apa yang engkau sukai tapi engkau suatu saat pasti berpisah juga dan lakukanlah apa yang engkau inginkan sesungguhnya semua itu ada balasannya. (HR.Baihaqi dari Jabir).


Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ini semakin penting untuk diresapi ketika akhir-akhir ini dengan dalih kebebasan, banyak orang berbicara tanpa logika dan data yang benar dan bertindak sekehendakya tanpa mengindahkan etika agama . Para pakar barang kali untuk saat-saat ini, lebih bijaksana untuk banyak mendengar daripada berbicara yang kadang-kadang justru membingungkan masyarakat.


Kita memasyarakatkan istikharah dalam segala langkah kita, agar kita benar-benar bertindak secara benar dan tidak menimbulkan kekecewaan di kemudian hari.
Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلاَ نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ.

Tidak akan rugi orang yang beristikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat. (HR. Thabrani dari Anas)

3. Istighfar, yaitu selalu instropeksi diri dan mohon ampunan kepada Allah Rabbul Izati.

Setiap orang pernah melakukan kesalahan baik sebagai individu maupun kesalahan sebagai sebuah bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merusak kehidupan kita. Oleh karena ia harus diobati.

Tidak sedikit persoalan besar yang kita hadapi akhir-akhir ini yang diakibatkan kesalahan kita sendiri. Saatnya kita instropeksi masa lalu, memohon ampun kepada Allah, melakukan koreksi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan penuh keridloan Allah.

Dalam persoalan ekonomi, jika rizki Allah tidak sampai kepada kita disebabkan karena kemalasan kita, maka yang diobati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat pemalas. Malas adalah bagian dari musuh kita. Jika kesulitan ekonomi tersebut, karena kita kurang bisa melakukan terobosan-teroboan yang produktif, maka kreatifitas dan etos kerja umat yang harus kita tumbuhkan.

Akan tetapi adakalanya kehidupan sosial ekonomi sebuah bangsa mengalami kesulitan. Kesulitan itu disebabkan karena dosa-dosa masa lalu yang menumpuk yang belum bertaubat darinya secara massal. Jika itu penyebabnya, maka obat satu-satunya adalah beristighfar dan bertobat.

Allah berfirman yang mengisahkan seruan Nabi Hud Alaihissalam, kepada kaumnya:
“Dan (Hud) berkata, hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa” (QS. Hud:52).
Para Jamaah yang dimuliakan Allah
Sekali lagi, tiada kehidupan yang sepi dari tantangan dan godaan. Agar kita tetap tegar dan selamat dalam berbagai gelombang kehidupan, tidak bisa tidak kita harus memiliki dan melakukan TIGA IS di atas yaitu Istiqomah, Istikharah dan Istighfar.
Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menatap masa depan dengan keimanan dan rahmatNya yang melimpah. Amin

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. عِبَادَ الله، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ جَمِيْعَ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَانْصُرِ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Selasa, 03 Agustus 2010

Problematika Rumah Tangga dan Pemecahannya


Pada umumnya setiap keluarga ingin membina dan mempertahankan suasana rukun dan damai serta serasi diantara anggotanya. Banyak dari anggota keluarga melakukan usaha kearah terwujudnya situasi yang diidamkan meski usaha tersebut biasanya dilakukan tanpa rencana, tanpa ilmu dan tanpa pengalaman.

Walaupun keinginan dan usaha itu serius, namun dalam kenyataannya kerukunan itu kadang kurang berhasil diciptakan dan apabila sudah tercipta ada saja yang mengalami gangguan. Demikian pula kerukunan dan keserasian antara suami dan istri itu adakalanya terancam oleh gangguan-gangguan. Gangguan-gangguan ini ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata antara suami dan istri, perbedaan-perbedaan mana sekarang muncul atau menampakan diri. Atau berupa perselisihan-perselisihan paham mengenai pelbagai masalah didalm mana kehidupan mereka berdua. Dengan demikian terjadilah ketegangan yang akhirnya menjadi persengketaan atau konflik (Marital Conflict = konflik antara suami dan istri). Sering pula konflik itu berbentuk pertengkaran (Marital Quarrels).

Dengan demikian didalam membina rumah tangga memiliki problem spesifik, tetapi problem yang sering berkembang menjadi batu sandungan hampir sama karakteristiknya antara lain: persepsi terhadap rizki, egoisme dan perkembangan psikologi pasangan.

Persepsi Terhadap Rizki Keluarga


Banyak pasangan ketika barn menikah belum memiliki harta apa-apa, tetapi kemudian mereka hidup berkecukupan. Sebaliknya ada yang ketika menikah sengaja mencan pasangan atau mertua orang kaya, ternyata tak terlalu lama sudah jatuh menjadi orang miskin. Ada yang semula suami lancar sebagai pencari nafkah, tetapi kemudian jatuh sakit berkepanjangan sehingga tak lagi produktip kemudian sumber rezki berpindah melalui istri.

Masalah saluran rizki bisa menjadi problem orang ketika memandang bahwa rizki itu hanya rizkinya, bukan rizki keluarga. Suami yang sukses kemudian merasa tinggi hati dan memandang rendah istrinya yang hanya nyadong (hanya mengandalkan penghasilan suami) dan sebaliknya istri memandang sebelah mata suami. Inilah yang sering menjadi kerikil tajam meski rizki melimpah, meskipun sebenarnya rizki tersebut adalah rizki keluarga.

Dalam rumah tangga, sifat egois dan tinggi harga diri sering merubah keadaan normal menjadi tidak normal. Apa yang semula biasa saja (proporsional) dipersepsikan sebagai tidak menghargai, menyakiti dan sebagainya. Sehingga yang semestinya seiring sejalan berubah menjadi beban bagi salah satunya. Ada istri atau suami yang merasa disakiti padahal tidak ada yang menyakitinya dan merasa tidak dihargai.

Mengapa Konflik Itu Terjadi?
Mengapa antara suami dan istri terjadi perselisihan dan persenyketaan, padahal ingin hidup bersama secara rukun, damai, dan saling mencintai. Konflik itu terjadi karena suami dan istri hidup bersama dan bergaul secara dekat dan erat sekali. Sekurang-kurangnya 12 - 15 jam dalam sehari saling bertemu, terkecuali apab;,Ia salah seorang tinggal berjauhan.

Ada beberapa macam sebab terjadinya konflik. Pertama sebab-sebab yang pada suatu ketika menimbulkan konflik dan yang kedua adalah sebab-sebab yang lebih mendalam (sebab pokok atau sumber konflik). Sebab-sebab yang termasuk dalam kategori pertama yaitu hal-hal yang pada suatu ketika menggerakkan suami istri untuk bersengketa (faktor-faktor dalam persengketaan). Umpamanya yang seorang berpendapat atau menuduh partnernya:

1. Berbuat sewenang-wenang
2. Melakukan kekejaman kepada yang lain
3. Menyeleweng dengan orang lain
4. Membohongi, menipu yang lain
5. Memboroskan uang yang seharusnya untuk kepentingan keluarga
6. Suka bergaul dengan teman-teman yang tidak baik
7. Tidak berdisiplin di dalam rumah
8. Pencemburu, cerewet dan sebagainya
9. Sang istri tidak mau mengurus rumah tangga sebagaimana mestinya
10. Peminum
11. Tidak jujur secara umum, termasuk di tempat keda, dalam bisnis dan sebagainya
Pertentangan juga sering ditimbulkan karena:
1. Mertua dan ipar
2. Antara suami dan istri memang banyak perbedaan
3. Mempunyai anak-anak darl perkawinan lain (sebelumnya)
4. Penghasilan tidak cukup dan kebutuhan hidup serba mahal
5. Kebiasaan-kebiasaan (habits) dan seseorang yang menjengkelkan orang lain
6. Tidak mendapat kepuasan dalam berhubungan suami-istri,atau salah seorang menolak ajak suami atau istri
7. Salah seorang lekas marah atau mulai merasa tersinggung,dan lain sebagainya.

Sumber Konflik


Selain beberapa hal tersebut diatas, sumber konflik dapat disebabkan karena:
1. Ketidakmampuan atau kekurangmampuan dari suami atau istri untuk "membuat penyesuaian" (to make adjustments), yang mutlak diperlukan agar hubungan suami istri menjadi rukun.
2. Baik pria maupun wanita sebelum menikah kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi tugas-tugas, peran sebagai suami maupun istri,persoalan dan kesulitan-kesulitan yang kelak akan dialami dalam membina keluarga.
3. Pada umumnya pria dan wanita,sejak masih anak-anak hingga remaja sering diberi pengertian yang kurang tepat tentang perkawinan, peranan maupun tugas-tugas dalam suatu pekawinan.
4. Adanya salah persepsi bahwa unsur utama dalam perkawinan harus berdasarkan "cinta", pare remaja kadang-kadang belum memahahi dan meresapi apa sebenarnya arti cinta, sehingga tidak dapat membedakan antara cinta yang tutus dengan hanya "rasa tertarik", ingin memiliki, menguasai dan menikmati, padahal unsur kecocokan (compatibility) juga merupakan faktor penting.
5. Adanya ketidakstabiIan ekonomi di dalam keluarga juga merupakan salah satu sumber teoadinya konflik.

Pemecahan Masalah Rumah Tangga

1. Kecocokan (Kompatibilitas)

Dari berbagai uraian terdahulu dapat ditarik kesimpulan bahwa ada sebab-sebab dan faktor-faktor yang sebenarnya dapat dihindarkan atau diatasi bilamana pihak-pihak yang bersangkutan memiliki kemampuan dan kemauan.
Tetapi ada juga sebab-sebab atau faktor-faktor yang berada diluar jangkauan suami dan istri untuk mengelak atau menanggulanginya yaitu sumber-sumber dan faktor-faktor dari lingkungan luar yang berupa sosial dan ekonomi. Begitu pula penyebab-penyebab yang sebenarnya berada dalam wilayah kekuasaan suami dan istri untuk menghindarkannya. Ada yang harus diketahui dan sebenarnya dapat dielakkan sebelum menikah yaitu perbedaan-perbedaan yang terlalu besar yang terdapat diantara berdua. Jadi sebenarnya sewaktu mencari jodoh hendaklah memilih orang yang sebanyak mungkin cocok dan jangan yang terlalu banyak perbedaannya.

2. lntegritas Dan Iman

Faktor-faktor penting dalam membina rumah tangga adalah integritas dan iman. Suami-istri yang jujur, berbudi harus yang tawakal dan mentaati peraturan-peraturan Tuhan serta menjauhi larangan-Nya, akan lebih mampu membina hubungan yang rukun, serasi dan mesra.
Suami dan istri yang kurang imannya dan rendah ahlaknya, mullah saja terjadi kericuhan, kebohongan, kecurigaan, merugikan, sating menyakiti didalam rumah tangganya. Istri yang berahlak dan beriman tidak akan nyeleweng, sebaliknya suami yang berbudi dan tact kepada Tuhan akan memegang tegung amanah. Cinta,
kompabilitas, kesehatan fisik dan mental "Emotional Matur,,--v," (kedewasaan emosional), ahlak, budi dan iman adalah prasyarat atau "Prerequisites" untuk keberhasilan berumah tangga. Bilamana faktor-faktor tersebut terdapat pada suami dan istri, maka kesulitan-kesulitan lain yang timbul kemudian, kesulitan ekonomi, faktor-faktor lingkungan luar akan dikendalikan dengan tidak perlu menimbulkan konflik.

3. Kemauan,, Kemampuan Dan Kesempatan

Di dalam kehidupan berkeluarga, bagaimanapun juga kesulitan-kesulitan mungkin saja muncul sehingga hubungan yang tac -nya cukup rukun menjadi terancam. Oleh karena itu harus diketahui bahwa ada syarat lain yang diperlukan untuk menjamin keberhasilan dalam rumah tangga, yaitu kemampuan dan kemauan untuk mengusahakan kerukunan serta keserasian dengan upaya nyata yang telah dipikirkan, dirundingkan, dan direncanakan terlebih dahulu. Apa saja yang kita inginkan didunia ini - tidak akan datang dengan sendirinya. Begitu pula keberhasilan berumah tangga atau kerukunan tidak akan terwujud dengan sendirnya melainkan hanya akan datang sebagai hasil usaha yang direncanakan dan diarahkan secara rasional.

Suami dan istri harus berkemauan dan berusaha untuk memecahkan dan menyelesaikan kesulitan yang dihadapi keduanya harus memiliki keyakinan bahwa dengan kemauan dan kemampuan segala kesulitan dapat ditanggulangi.

4. Terapi Psikollogis

Ada tiga teori untuk menerangkan mengapa "Sesuatu" berlangsung dengan baik dan ditempat lain atau pada orang lain "Suatu" itu justru tidak dapat berlangsung.

a. Teori Transaksional

Menurut teori ini, hubungan antar manusia (interpersonal) berlangsung mengikuti kaidah transaksional yaitu apakah masing-masing merasa memperoleh keuntungan dalam transaksinya atau malah merugi. Jika merasa memperoleh keuntungan maka hubungan itu pasti mulus, tetapi jika merasa rugi maka hubungan itu akan terganggu, putus atau bahkan berubah menjadi permusuhan. Oleh karena itu seyogyanya suami istri selalu saling memberikan yang terbaik.

b. Teori Peran

Menurut teori ini, sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario yang disusun oleh masyarakat, yang mengatur apa dan bagaimana peran setiap orang dalam pergaulannya. Dalam skenario itu sudah "tertulis" seorang Presiders harus bagaimana, seorang gubernur harus bagaimana, seorang guru harus bagaimana, murid harus bagaimana. Demikian juga sudah tertulis peran apa yang harus dilakukan oleh suami istri ayah, anak, mantu, mertua dan seterusnya. Menurut teori ini jika seseorang mematuhi skenario, maka hidupnya akan harmonis tetapi jika menyalahi skenario maka is akan dicemooh oleh penonton dan ditegur sutradara.

c. Teori Permainan

Menurut teori ini, klasifikasi manusia itu hanya terbagi tiga yaitu anak-anak orang dewasa dan orang tua. Anak-anak biasanya menjadi, tidak mengerti dan kurang bertanggungjawab. Sedangkan orang dewasa biasanya bersikap lugas, sadar akan akibat yang akan terjadi. Adapun orang tua biasanya dapat memaafkan dan memaklumi kesalahan orang lain dengan batas-batas yang jelas dan tegas karena
orang tua mempunyai kecenderungan untuk menyayangi. Suasana rumah tangga juga ditentukan oleh kesesuaian orang dewasa dan orang tua dengan sikap dan perilaku yang semestinya ditunjukkan.

Rabu, 02 Juni 2010

Hal-hal yang Merusak Ukhuwah

Oleh iwan Hafidz Zaini

Banyak ayat di dalam al-qur’an maupun hadits-hadits nabi yang menyebutkan pentingnya menjalin persaudaraan keislaman atau ukhuwah Islamiyyah. Dimana salah satu orang yang mendapat perlindungan dari Allah di hari tidak ada naungan kecuali naungan Allah adalah orang yang mencintai saudaranya karena Allah.

Namun, ketika kita berbicara masalah ukhuwah, maka tidak akan terlepas dari hal-hal yang bisa menyebabkan rusaknya ukhuwah Islamiyyah. Antara lain:

Pertama, adanya penyakit hati, yaitu sifat iri, dengki. Sifat dengki ini bisa merasuki siapa saja. Oleh karena itu, kita harus hati-hati dan waspada..

Sifat dengki adalah sifat yang dimiliki oleh seseorang yang merasa susah ketika melihat orang lain mendapat kebahagiaan atau kenikmatan. Atau dengan kata lain, orang dengki adalah orang yang susah melihat orang lain senang dan senang ketika melihat orang lain susah. Anehnya, kita umat Islam merasa biasa-biasa saja tatkala melihat orang-orang non-muslim mendapatkan kesuksesan. Akan tetapi kita orang-orang Islam merasa resah, merasa gelisah, tatkala melihat saudara sesama muslim mendapat kenikmatan atau kesuksesan. Umpama, tetangga kita bisa membeli televisi baru, kita televisi aja 15 tahun ndak ganti-ganti. Karena iri, dengki melihat tetangga kita bisa beli televisi dada kita terasa sesak...tetangga kita bisa beli sepeda motor baru, kita iri dengki kepala kita snut..snut..pusing..tetangga kita bisa beli mobil, karena dengki kita sudah tidak snut-snut lagi, tapi langsung pingsan…

Penyakit dengki ini bisa menjalar ke penyakit hati yang lain, antara lain, sifat angkuh, sombong, mencari kesalahan-kesalahan orang yang di dengki, dendam dan lain-lainnya. Sehingga bisa merusak hubungan persaudaraan.

Oleh karena itu, marilah kita sebisa mungkin semampu kita menghindari penyakit hati ini dengan memperbanyak ingat kepada Allah.. “Alaa bidzikrillahi tatmainnul qulub..” Obat Hati adalah dzikir kepada Allah. Sebab penyakit dengki ini bisa menghapus amal baik kita sebagaimana api melahap kayu bakar.

Yang kedua, hal yang merusak ukhuwah adalah ta’asub bil madzhab, bil jama’ah, bil partai.. sikap fanatik terhadap madzhab, golongan atau partainya. Zaman sekarang satu keluarga beda partai sudah ribut.. suami beda partai sama istri, istri ndak mau ngasih ‘jatah’ dulu…

Fanatik terhadap madzhab, merasa pendapatnya yang paling benar sendiri dan tidak mau mengalah. Inilah yang bisa merusak ukhuwah. Hal ini tidak diajarkan oleh baginda Nabi Muhammad dan para ulama’ pendiri madzhab. Rasulullah waktu perang badar menerima pendapat sahabat Hubaib bin Mundzir mengenai strategi perang.. Rasul menerima dan tidak merasa gengsi.

Imam Malik yang berdomisili di Madinah dan pengarang kitab al-Muwattho’ tidak mengizinkan kitabnya dijadikan kitab hukum disemua wilayah pada waktu itu. Dengan alasan setiap daerah memiliki cara istinbathnya sendiri-sendiri.

Imam Syafi’i pernah berkunjung ke pesantrennya Imam Hanafi yang notabene adalah ulama’ yang tidak memakai qunut waktu sholat subuh. Ketika tiba waktu sholat subuh, Imam Syafi’i diminta mengimami santri-santrinya Imam Hanafi. Mengetahui yang akan mengimami sholat subuh adalah imam Syafi’i, murid-murid Imam Hanafi persiapan memakai qunut. Akan tetapi, ketika sholat subuh berlangsung dengan diimami Imam Syafi’i, beliau meneruskan sholat subuh tanpa memakai qunut. Murid-murid imam Hanafi pada bingung, kemudian bertanya kenapa tidak memakai qunut? Imam Syafi’i menjawab “saya menghormati orang yang mempunyai maqom ini, yaitu imam hanafi’…. Subhanallah.. walau berbeda pendapat,ulama-ulama besar tersebut menghargai pendapat yang lain.

Oleh sebab itu marilah kita menghormati perbedaan pendapat yang terjadi saat ini demi terciptanya, demi utuhnya ukhuwah islamiyah. Sebab sebagaimana yang dikatakan oleh Dr.Gamal Albanna (adik bungsu Hasan AlBana, mursyidul 'am Ikhwanul Muslimin) Menjaga ukhuwah itu sama dengan jihad.
Innal jihada fil ‘asril hadis laisa huwa annamuta fisabilillah...jihad di zaman modern, bukanlah kita mati dijalan Allah.. Walakin an nahya fisabilillah.. akan tetapi, jihad di zaman modern adalah kita hidup bersama-sama dijalan Allah, hidup rukun, tidak saling gontok-gontokan, tidak saling bertengkar...itulah jihad.

**Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Boyolali

Senin, 10 Mei 2010

Prosedur Pernikahan Di KUA

Pendahuluan

Di dalam negara RI yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang bersangkut paut dengan penduduk harus dicatat, seperti halnya kelahiran, kematian termasuk juga perkawinan. Perkawinan termasuk erat dengan masalah kewarisan, kekeluargaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada tertib hukum.

Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia (UU No.22 Tahun 1946 jo UU No. 32 Tahun 1954) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN karena PPN mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.

Masyarakat dalam merencanakan perkawinan agar melakukan persiapan sebagai berikut :

1. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah mereka saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka menyetujui/merestuinya. Ini erat kaitannya dengan surat-surat persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang belum berusia 21 tahun .
2. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan perkawinan).
3. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang pembinaan rumah tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.
4. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempekai wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.

A. Pemberitahuan Kehendak Nikah

Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang maka orang yang hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN yang mewilayahi tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad nikah dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data tentang nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad nikah, data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad nikah (di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon mempelai, masjid gedung dll). Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai, wali (orang tua) atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan :

1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Penganten (caten) masing-masing 1 (satu) lembar.
2. Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas segel/materai bernilai Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW dan Lurah setempat.
3. Surat Pengantar RT – RW setempat.
4. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2, N4, baik calon Suami maupun calon Istri.
5. Pas photo caten ukuran 2×3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi anggota ABRI berpakaian dinas.
6. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Surat Talak/Cerai dari Pengadilan Agama, kalau Duda/Janda mati harus ada surat kematian dan surat Model N6 dari Lurah setempat.
7. Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :
* Caten Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
* Caten Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;
* Laki-laki yang mau berpoligami.
8. Ijin Orang Tua (Model N5) bagi caten yang umurnya kurang dari 21 Tahun baik caten laki-laki/perempuan.
9. Bagi caten yang akan menikah bukan di wilayahnya (ke Kecamatan lain) harus ada surat Rekomendasi Nikah dari KUA setempat.
10. Bagi anggota ABRI dan Sipil ABRI harus ada Izin Kawin dari Pejabat Atasan/Komandan.
11. Kedua caten mendaftarkan diri ke KUA tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja dari waktu melangsungkan Pernikahan. Apabila kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Camat setempat.

SYARAT-SYARAT PERKAWINAN CAMPURAN (MENIKAH DENGAN WNA) :

1. Akte Kelahiran/Kenal Lahir
2. Surat tanda melapor diri (STMD) dari kepolisian
3. Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan
4. Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang bekerja di Indonesia)
5. Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari Kantor Imigrasi
6. Pas Port
7. Surat Keterangan dari Kedutaan/perwakilan Diplomatik yang bersangkutan.
8. Semua surat-surat yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah resmi dan tersumpah.

B. Pemeriksaan Nikah

PPN yang menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti dan memeriksa berkas –berkas yang ada apakah sudah memenuhi syarat atau belum, apabila masih ada kekurangan syarat maka diberitahukan adanya kekurangan tersebut. Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri dan wali nikahnya yang dituangkan dalam Daftar Pemeriksaan Nikah (Model NB).

Jika calon suami/istri atau wali nikah bertempat tinggal di luar wilayah KUA Kecamatan dan tidak dapat hadir untuk diperiksa, maka pemeriksaannya dilakukan oleh PPN yang mewilayahi tempat tinggalnya. Apabila setelah diadakan pemeriksaan nikah ternyata tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku maka PPN berhak menolak pelaksanaan pernikahan dengan cara memberikan surat penolakan beserta alasannya. Setelah pemeriksaan dinyatakan memenuhi syarat maka calon suami, calon istri dan wali nikahnya menandatangani Daftar Pemeriksaan Nikah. Setelah itu yang bersangkutan membayar biaya administrasi pencatatan nikah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

C. Pengumuman Kehendak Nikah

Setelah persyaratan dipenuhi PPN mengumumkan kehendak nikah (model NC) pada papan pengumuman di KUA Kecamatan tempat pernikahan akan dilangsungkan dan KUA Kecamatan tempat tinggal masing-masing calon mempelai.

PPN tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau 10 hari kerja sejak pengumuman, kecuali seperti yang diatur dalam psl 3 ayat 3 PP No. 9 Tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan yang sangat penting misalnya salah seorang calon mempelai akan segera bertugas keluar negeri, maka dimungkinkan yang bersangkutan memohon
dispensasi kepada Camat selanjutnya Camat atas nama Walikota/Bupati memberikan dispensasi.

D. Pelaksanaan Akad Nikah

1.Pelaksanaan Upacara Akad Nikah :

* di Balai Nikah/Kantor
* di Luar Balai Nikah : rumah calon mempelai, masjid atau gedung dll.

2.PemeriksaanUlang :

Sebelum pelaksanaan upacara akad nikah PPN /Penghulu terlebih dahulu memeriksa/mengadakan pengecekan ulang persyaratan nikah dan administrasinya kepada kedua calon pengantin dan walinya untuk melengkapi kolom yang belum terisi pada waktu pemeriksaan awal di kantor atau apabila ada perubahan data dari hasil pemeriksaan awal. Setelah itu PPN/ Penghulu menetapkan dua orang saksi yang memenuhi syarat.

3.Pemberian izin

Sesaat sebelum akad nikah dilangsungkan dianjurkan bagi ayah untuk meminta izin kepada anaknya yang masih gadis atau anak terlebih dahulu minta/memberikan izin kepada ayah atau wali, dan keharusan bagi ayah meminta izin kepada anaknya untuk menikahkan bila anak berstatus janda.

4. Sebelum pelaksanaan ijab qobul sebagaimana lazimnya upacara akad nikah bisa didahului dengan pembacaan khutbah nikah, pembacaan istighfar dan dua kalimat syahadat
5. Akad Nikah /Ijab Qobul
6. Pelaksanaan ijab qobul dilaksanakan sendiri oleh wali nikahnya terhadap calon mempelai pria, namun apabila karena sesuatu hal wali nikah/calon mempelai pria dapat mewakilkan kepada orang lain yang ditunjuk olehnya.
7. Penandatanganan Akta Nikah oleh kedua mempelai, wali nikah, dua orang saksi dan PPN yang menghadiri akad nikah.
8. Pembacaan Ta’lik Talak
9. Penandatanganan ikrar Ta’lik Talak
10. Penyerahan maskawin/mahar
11. Penyerahan Buku Nikah/Kutipan Akta Nikah.
12. Nasihat perkawinan
13. Do’a penutup.

tes

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More